Rabu, 04 Februari 2009

Da'i Bersenjatakan Pena

Sekarang memang bukan jamannya lagi nulis pake pena. Secara sekarang teknologi informasi sudah sedemikian hebatnya. Nulis identik dengan ngetik di komputer, laptop atau bahkan PDA yang bisa ditenteng kemana saja. Seorang dai memang bukan tentara yang kemana-mana bawa bedil, tetapi dia adalah seorang pejuang yang juga layak memegang ‘senjata’. Senjatanya lebih berfungsi sebagai alat dakwah untuk mendapatkan pengaruh yang lebih besar lagi dari yang selama ini ada.

Peperangan pemikiran atau istilah kerennya Ghazwul Fikr sudah di depan mata. Pengancuran sistem ilmu, akademisinya, semangat mencarinya dan semua institusinya sedang berjalan dan akan terus berjalan. Sementara lawan yang seimbang tidak ditemukan. Kalah dari sisi SDM, beaya dan finansial. Namun ada satu yang tidak mereka punya, doa kepada Allah yang lebih dari segala-galanya.
Nah, memahamkan ancaman musuh di lini pemikiran kepada ummat bukan urusan gampang. Nggak bisa ngandani hanya dengan sedikit lisan dan modal pas-pasan. Namun kudu dengan sekuat tenaga, dari segala penjuru kekuatan. Ya ustadnya, ya muridnya, ya akademisinya ya kalangan pesantrennya. Bahu membahu, saling grupyuk memberikan andil dalam penyelamatan ilmu islam. Allah memang akan mejaga Islam ini, tapi kita pun harus berjuang untuk mendatangkan pertolongan Allah itu.

Siapkan Tenaga!

Sekarang saatnya menyiapkan kader-kader yang ulet, handal dan siap digunakan. Pinter ngomong di depan publik, pinter nulis di media dan pinter menggerakkan massa untuk melakukan perjuangan. Nulis memang tidak sulit, tetapi menulis yang sulit-sulit memang tidak mudah. Seorang dai harus bisa nulis, meski nulis yang masuk kategori yang sulit-sulit. Nulis yang bisa menggerakkan semangat perlawanan ummat terhadap musuhnya. Nulis yang bisa mencerahkan pemikiran ummat agar cemburu terhadap agamanya. Nulis yang bertanggung jawab, beretika dan memberi kontribusi bagi lini perjuangan yang ada.

Kudu disiapkan dari sekarang, tenaga-tenaga yang siap tempur. Mengasah otak dengan alat yang ada, mengupgrade knowledge, memompa semangat dan mempertajam kepekaan terhadap persoalan sekitar. Nulis yang haq untuk menepis yang batil.

Media massa islam harus berperan. Mengadakan pelatihan-pelatihan menulis, dengan semangat dan tekad yang tak kenal lelah. Mengkader sedikit demi sedikit dan akhirnya menjadi pejuang pena yang handal. Langkah ini perlu ditempuh, untuk perjalanan yang masih sangat jauh. Burhan Shodiq,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar